Return to site

Modal Hanya Rp 200 Ribu, Keuntungan Seorang Guru SD di Lhokseumawe Kini Mengejutkan

Menyulap sampah dan barang bekas lainnya menjadi sebuah kerajinan tangan | goody bag eksklusif

broken image
Kalau untuk bunga berukuran kecil dia menjual Rp 5 ribu pertangkai, yang besar Rp15 ribu per tangkainya, kalau satu paket mencapai Rp 750 ribu.


“Nama tempat produksi kami yaitu 'home industri', untuk bahan bakunya sengaja kami ambil dari pedalamam, sedangkan untuk bunga vinus kami pilih langsung dari Bener Meriah,” ungkapnya.


Iriani berharap, pemerintah dapat sedikit peduli dan menambahkan modal usaha untuk mengembangkan rumah produksi mereka. Karena iriani juga mengaku ada mempekerjakan tiga orang anak-anak putus sekolah sebagai tambahan jajan untuk mereka.

sedangkan hasil karyanya sering dipesan pada acara sunatan dan acara pesta perkawinan dalam wilayah Kota Lhokseumawe, selain itu juga sebagai oleh-oleh dibawa pulang bagi pendatang ke daerah itu.
“Biasanya juga ada yang pesan dari berbagai daerah dalam wilayah Aceh dan juga hasil karya kita diletakkan di toko-toko, selain itu juga pernah kami kirimkan ke Kota jakarta,” kisahnya.

Bahan baku yang kita gunakan berupa ranting bambu, daun pisang kering, kulit pisang, pelepah pinang, palem putri, biji sao, bunga vinus dan buah kepah,” ujarnya.


Lanjutnya, untuk penghasilan yang didapatkan dengan modal dasar Rp200 ribu itu, kini dia bisa meraup keuntungan Rp 3 juta hingga Rp5 juta per bulan.

Iriani mengatakan, adapun jenis barang yang dibuat dari barang bekas ini berupa bunga kering, bos sovenir dan pensil hias. Kesemua jenis tersebut sengaja mereka sulap dari sampah dan barang bekas sebagai bahan bakunya.

“Aktivitas saya sehari-hari merupakan seorang guru di sekolah dasar, namun karena penghasilannya tidak mencukupi, jadi saya mencoba membuka usaha kerajinan bunga kering di rumah untuk tambahan ekonomi,” jelasnya.

Kita membuka usaha kerajinan bunga kering yang dibuat dari sampah-sampah semenjak tahun 2009, pada saat itu modal yang kami keluarkan sebesar Rp 200 ribu saja,” katanya kepada GoAceh, Kamis (23/3/2017).


Iriani mengaku, dirinya melakoni pekerjaan tersebut karena sebelumnya sangat menginginkan hiasan bunga di dalam rumahnya. Namun karena belum mampu untuk membeli, sehingga mencoba untuk merangkai sendiri dari sampah dan barang bekas.

Seorang guru sekolah dasar, warga asal Gampong Kutablang, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Iriani (46 tahun) bersama suaminya, Ridwan Has, telah menyulap sampah dan barang bekas lainnya menjadi sebuah kerajinan tangan yang memiliki nilai jual tinggi.

Pelepah Pisang Disulap Jadi Hiasan Cantik | goody bag eksklusif

Untuk setiap kerajinannya, Sholikin mematok harga yang bervariatif. Mulai dari Rp 30 ribu hingga jutaan rupiah, sesuai dengan jenis dan ukurannya. Selain menyulap pelepah pisang menjadi produk bernilai jual, di sela-sela waktu luangnya, Sholikin juga mengisi pelatihan pengolahan berbagai kerajinan yang berbahan dasar dari limbah.

“Kalau untuk pelepah pisang ini lebih lentur dan halus, sehingga kualitasnya juga lebih baik. Terlebih warna dasarnya sudah cantik sehingga lebih menarik. Cara pembuatannya juga mudah. Hanya di jemur terus dibentuk sesuai ukuran,” ujarnya saat ditemui baru-baru ini.

Diterangkan Sholikin, bahwa serat batang pohon pisang lebih halus dan lentur di banding serat dari bahan lain. Sehingga ketika digunakan untuk kerajinan, hasilnya lebih berkualitas. Proses pembuatannya pun tidak terlalu rumit. Pelepah pisang yang telah dikeringkan di bawah sinar matahari selama 10 hari, kemudian di bentuk sesuai ukuran kerajinan yang akan dibuat.

Produk yang dihasilkan Sholikin berbahan batang pohon pisang tersebut, di antaranya pemandangan alam, masjid dan bermacam hiasan dinding bentuk lainnya. Kerajinan hasil rajutan tangannya tersebut kini sudah tersebar di berbagai daerah di wilayah Jawa dan Bali.

Belum banyak orang yang mengetahui, bahwa semua bagian dari pohon pisang dapat dimanfaatkan. Biasanya, orang hanya memanfaatkan buah dan daun dari pohon pisang. Namun tidak bagi Sholikin, warga Combongan, Sukoharjo. Sejak tahun 1980, Ia bergelut menyulap batang pohon pisang menjadi produk kerajinan unik, berkualitas dan bernilai jual tinggi.

Siswa SMP Terbuka Ubah Limbah Jadi Kerajinan | goody bag eksklusif

Siti Santi, siswa lainnya, mengatakan, beragam limbah tanaman yang sering dipakai untuk membuat beragam kerajinan, yakni pelepah bambu, serabut pinang, bunga palem, buah palem, kacang hitam (kacang benguk), biji saga, pelepah bunga sukun, pelepah pisang, dan bunga cemara. Para siswa memunguti tanaman yang sudah jatuh dari pohon, mengeringkannya supaya bisa diaplikasikan untuk mempercantik barang kerajinan dari kotak dan kaleng susu.

Ada juga kaligrafi yang ditulis di atas daun sirih merah. Untuk memudahkan penulisan kaligrafi, daun sirih merah itu disimpan selama tiga hari di lembaran kitab. Lalu, daun sirih merah yang sudah kering ditulisi ayat Al Quran dengan tinta kuning emas. Daun sirih merah kaligrafi ini bisa dilaminating untuk menjadi gantungan kunci atau dibuat jadi hiasan dinding yang ditambahi dengan tanaman kering.

Produksi kerajinan unggulan dari sekolah ini antara lain tirai untuk pintu dan jendela dengan memanfaatkan pelepah bambu. Ada juga hiasan kaligrafi yang dipercantik dengan bunga-bunga kering yang dikumpulkan siswa dari sekitar sekolah.

Siti Nurrahma, siswa SMP Terbuka Mandiri Al Fajri, mengatakan, para siswa dibekali keterampilan dengan memanfaatkan barang limbah dari tanaman maupun kotak dan kaleng susu yang ada di sekitar sekolah. Bahan-bahan yang tidak terpakai itu bisa disulap menjadi berbagai kerajinan yang mendatangkan uang.

Berbagai tanaman dan bunga yang terbuang secara alami di sekitar lingkungan siswa dimanfaatkan untuk membuat hiasan dinding, celengan, tempat pensil, hingga gantungan kunci. Barang-barang kreasi siswa ini bisa jadi buah tangan bagi wisatawan yang mengunjungi kawasan Puncak, Bogor.

Kreativitas dan kejelian untuk memanfaatkan limbah tanaman juga dikembangkan di SMP Terbuka Mandiri Al Fajri yang berlokasi di Kampung Cidokom, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Sekolah ini mengembangkan seni kriya berbasis limbah yang dikombinasikan dengan rajutan atau jahitan.

Selama pameran Lomojari, semua stok barang yang dipamerkan laris manis, yang totalnya senilai Rp 16 juta. Produk kerajinan seperti meja tamu dan meja kamar berukuran kecil serta kap lampu diminati pengunjung. Saat ini, siswa masih mengerjakan pesanan pengunjung.

”Kerajinan batok kelapa ini ternyata diminati. Bahkan, Kemendikbud menjanjikan untuk menghubungkan sekolah dengan perhimpunan pengusaha hotel supaya produk kerajinan batok kelapa ini bisa dipakai di hotel-hotel,” kata Sudarmono.

Produk kerajinan batok kelapa SMP Terbuka 4 Pandak ini dijual dari harga puluhan ribu hingga Rp 500.000. Untuk batok kelapa terbilang murah, satu karung hanya Rp 15.000. Untuk per sentimeter pelapisan batok kelapa senilai Rp 50.

Sudarmono mengatakan, ada 24 siswa yang diikutkan dalam pelapisan batok kelapa untuk barang kerajinan.

Lalu, untuk menghaluskan batok kelapa yang telah ditempelkan di permukaan mebeler atau kerajinan dari kayu yang dibuat pihak lain dipakai gerindra. Setelah itu, batok kelapa dipelitur sehingga kontur dan warna alami batok kelapa lebih terlihat jelas.

Timbul gagasan untuk memanfaatkan cutter pemotong keramik supaya batok kelapa bisa dipotong dengan ukuran dan ketebalan sesuai kebutuhan. Demi keamanan siswa dan supaya serbuk tidak menyebar, cutter pemotong keramik tersebut ditempelkan dalam kotak kayu berukuran panjang 30 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 30 cm.

Untuk menghasilkan potongan-potongan batok kelapa yang bagus, tidak sekali jadi. ”Awalnya para guru juga kesulitan,” kata Sudarmono. Para guru pun berpikir untuk menciptakan mesin pemotong batok kelapa.

SMP Terbuka merupakan lembaga pendidikan formal yang tidak berdiri sendiri, tetapi bagian dari SMP Induk. Metode pendidikannya belajar mandiri dan sebagian besar siswanya berasal dari keluarga miskin yang harus bekerja untuk membantu keluarga mencari nafkah.

Sudarmono, Wakil Kepala SMP Terbuka 4 Pandak, menjelaskan, inovasi kerajinan yang memanfaatkan limbah batok kelapa ini dikembangkan untuk menambah bekal keterampilan siswa SMP Terbuka supaya bisa mandiri seandainya tidak mampu melanjutkan ke SMA/SMK.

Tak heran, jika kreasi batok kelapa karya siswa SMP Terbuka 4 Pandak itu diserbu pembeli dalam ajang Lomba Motivasi Belajar Siswa Mandiri (Lomojari) Ke-10 di Jakarta pada Juli ini. Para juri pun memilih karya siswa SMP Terbuka 4 Pandak sebagai juara pertama kategori kerajinan kayu anyaman.

Bahkan, serbuk sisa dari penghalusan batok kelapa tak akan terbuang. Serbuk batok kelapa yang diberi resin dan pewarna resin dimanfaatkan untuk mendempul permukaan hiasan dari batok kelapa yang kurang rapat.

Di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, misalnya, limbah batok kelapa biasanya hanya dimanfaatkan untuk arang oleh masyarakat setempat. Namun di tangan siswa SMP Terbuka 4 Pandak, Bantul, pecahan-pecahan batok kelapa bisa dikreasikan menjadi pelapis pada beragam mebeler, seperti meja, lemari, kap lampu, cermin, vas bunga, kotak tisu, hingga bingkai foto.